China Minta Setop Pengeboran Migas di Natuna, Indonesia Diam Atau Balas
Menurut Farhan, dalam surat terpisah, China juga memprotes kegiatan latihan militer Garuda Shield pada Agustus 2021 yang sebagian besar kegiatannya dilakukan di darat. Latihan itu berlangsung saat pembicaraan mengenai Laut China Selatan antara dua negara mengalami kebuntuan.
Latihan tersebut, yang melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat dan Indonesia, telah menjadi acara rutin sejak 2009. Ini adalah protes pertama China terhadap mereka, menurut Farhan. "Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu."
"(Surat itu) sedikit mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah Hukum Laut," kata Farhan.
Terkait dengan protes China tersebut, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah saat dikonfirmasi, menyatakan tidak dapat mengonfirmasi kabar tersebut, karena "komunikasi diplomatik, termasuk melalui nota diplomatik, bersifat tertutup."
BACA JUGA :
Kemenkes Antisipasi Varian Baru Covid-19 AY.4.2 di Indonesia
Sedangkan Kedutaan Besar China di Jakarta juga belum memberikan klarifikasi.Sebagai informasi, pemerintah menyatakan ujung selatan Laut China Selatan adalah masuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut. Indonesia menamakan wilayah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.
Sementara China, keberatan dengan perubahan nama dan bersikeras bahwa jalur air itu berada dalam klaim teritorialnya yang luas di yang ditandai dengan "sembilan garis putus-putus" berbentuk U. Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada 2016 mengatakan batas tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Pengamat Hubungan Internasional Hikmahanto Juwana mengungkap tiga alasan mengapa China melayangkan protes ke Indonesia soal aktivitas pengeboran di sekitar wilayah Natuna. Pertama, Hikmahanto membaca bahwa gelagat China itu dilandasi pandangan mereka yang melihat bahwa aktivitas pengeboran berada di wilayah yang diklaim Tiongkok berdasarkan sembilan garis putus (nine-dash line).
Kedua, protes dilakukan sebagai prosedur standar agar China tidak dikesankan melepaskan klaimnya atas wilayah di mana Indonesia melakukan pengeboran yang menurut China masuk dalam sembilan garis putus yang diklaim Tiongkok di perairan Laut China Selatan.
"Ini mengingat kini klaim Landas Kontinen oleh Indonesia tidak sekadar hanya klaim di atas peta melainkan telah diwujudkan secara nyata," katanya kepada.
Menurut Hikmahanto, bila negari Tirai Bambu itu tidak melakukan protes, maka secara hukum internasional berarti China mengakui wilayah tempat pengeboran sebagai Landas Kontinen Indonesia.
"Terakhir, China melakukan protes agar di dalam negeri otoritas yang berwenang akuntabel di mata para pemangku kepentingan, termasuk rakyatnya. Otoritas ingin menunjukkan telah benar-benar menjalankan fungsinya dalam mengamankan klaim sembilan garis putus," ujar Hikmahanto.
Perspektif China tersebut, menurut dia. bertolak belakang dengan perspektif Indonesia. Oleh karena itu, bagi Indonesia kegiatan pengeboran perlu terus dilakukan, bahkan perlu mendapat pengamanan dari Bakamla bila ada gangguan dari Coast Guard China.
Dia memandang kegiatan pengeboran yang dilakukan Indonesia saat ini telah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Menteri ESDM saat rapat di KRI Imam Bonjol pada 2016 silam. "Saat itu Presiden meminta agar perkembangan ekonomi di wilayah Kepulaun Natuna dan sekitarnya dikembangkan terutama untuk dua hal, yaitu perikanan dan migas."
Komentar
Posting Komentar