Wacana Penjabat Gubernur dari TNI-Polri Jelang Pilkada 2024, Tepatkah



 Perhatian publik mengalir deras mengkritisi wacana Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membuka opsi menjadi penjabat. Dalam kurun 2022-2024, akan ada ratusan posisi kepala daerah yang bakal kosong.

Pada 2022, ada 101 di tingkat provinsi, kabupaten dan kota yang akan habis masa tugasnya. Dan pada tahun berikutnya, ada 170 kepala bandar slot deposit pulsa daerah yang juga habis masa baktinya. Jika ditotal, ada 271 daerah yang menjalankan Pilkada 2024 dan akan ditunjuk penjabat daerah.

Kursi-kursi kosong itu disebut tidak menutup kemungkinan bakal diduduki oleh penjabat dari kalangan perwira tinggi TNI Polri. Kemendagri merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Namun demikian, menurut Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, Undang-undang menyebutkan bahwa TNI-Polri tidak boleh situs slot online menduduki posisi pada jabatan nondinasnya. Hal itu dikecualikan bagi mereka yang telah dialihkan menjadi pejabat sipil.

"Itu jelas kok dalam Undang-Undang TNI-Polri. Jadi mereka tidak bisa bekerja di luar dinas itu kecuali kalau telah beralih status menjadi aparatur sipil. Kalau dalam jabatan-jabatan yang dalam sifatnya berkaitan dengan militer, kepolisian, mereka tidak perlu beralih menjadi sipil," terang Margarito kepada , Selasa (28/9/2021).

BACA JUGA : 

Uji Coba Penerapan Aplikasi PeduliLindungi di Pasar Rakyat, Pengawasannya


"Di luar jabatan-jabatan itu mereka harus beralih dari dinasnya, militer atau kepolisian menjadi sipil, aparatur sipil, barulah mereka dapat memangku jabatan-jabatan itu," dia menambahkan.

Dia menegaskan, ada jabatan-jabatan tertentu yang bisa diemban perwira tinggi TNI-Polri tanpa melepaskan statusnya. Jabatan tersebut seperti pada Kemenkopolhukam, BIN, BSSN, BNPT, dan BNPB.

Selain jabatan itu, seperti penjabat kepala daerah, harus berasal dari aparatur sipil. Ia pun yakin Mendagri Tito Karnavian mengetahui aturan tersebut. "Dia kan pernah jadi polisi."

Karena itu, dia pun mempertanyakan adanya opsi tersebut jelang kekosongan kursi 271 kepala daerah. Padahal, hal itu sudah jelas dan tegas diatur dalam perundang-undangan. "Kenapa jadi harus muncul itu," ujarnya.

Margarito mengungkapkan, pejabat-pejabat ASN eselon I dan II ini jumlahnya bejibun di Indonesia. Mereka tersebar di kementerian-kementerian pemerintahan.

"Kementerian satu republik ini masa nggak bisa sih. Jangan berpikir cuma Mendagri doang. Itu aparatur-aparatur yang ada di perikanan, kelautan, di Kemenkopolhukam, dan segala macam itu, maritim, kemenpan-RB, semua kan bisa tuh," ujar dia. 

"Boleh saja orang-orang dari Kementerian Pertahanan asalkan mereka sipil, mereka boleh taruh kok," imbuhnya.

Margarito menegaskan, suka atau tidak suka jika menjadi penjabat kepala daerah tanpa perubahan Undang-Undang, maka seluruh penyelenggaraan administrasi negara di daerah itu tidak sah. Karena diselenggarakan oleh orang yang tidak memenuhi syarat hukum untuk melakukan tindakan itu.

"Jelas bertentangan dengan Undang-Undang. Harus kembali ke situ. Cuma kita ini sekarang kan sudah berantakan semua, jadi ya suka-suka lah," tegas dia.

Karena kalau bicara sistem, dia menambahkan, jika melanggar Undang-Undang mesti impeach. Namun saat ini kalangan legislatif sudah menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan.

"Jadi ya terserah lah. Kalau mereka suka ya bikin saja. Tapi Undang-Undang kita begitu (tidak membolehkan). Masyarakat udah pasrah," ucapnya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Pilih Bandar Slot Game Online Terpercaya

Pakar Hukum Sayangkan Kebebasan Saipul Jamil Disambut bak Pahlawan

KPK Jabatan Kepala Sekolah Juga Dijual Belikan Bupati Probolinggo, Sangat Kejam